KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt. atas limpahan rahmat serta hidayah inayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tanpa suatu alangan yang berarti. Tidak lupa sholawat serta salam kepada junjungan nabi besar Muhammad saw yang telah membawa kita dari jaman jahiliah menuju jaman islamiah sekarang ini.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul “Komunikasi Kelompok dan Komunikasi Massa” ini adalah sebagai pemenuhan tugas yang diberikan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kami sampaikan kepada :
1. Dra. Zuwirna,M.pd selaku dosen pembimbing
2. Rekan-rekan sekelompok yang bekerjasama dalam menyelesaikan makalah ini
3. Serta semua pihak yang turut mendukung terselesainya makalah ini
Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat,
Padang, 16 September 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Manusia pada hakekatnya adalah mahkluk sosial, yang dalam kehidupan sehari- hari tidak bisa lepas dari kegiatan interaksi dan komunikasi. Komunikasi merupakan bagian integral kehidupan manusia, apapun statusnya di masyarakat. Sebagai mahkluk sosial, kegiatan sehari- hari selalu berhubungan dengan orang lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup.
Komunikasi adalah hubungan antar dan antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak disadari komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri, paling tidak sejak ia dilahirkan sudah berhubungan dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan adalah tanda komunikasi . Komunikasi merupakan aktivitas yang paling esensial dalam kehidupan manusia. .Keberhasilan seseorang pun dapat dilihat dari keterampilannya dalam berkomunikasi. Kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian.
Sederhananya, komunikasi merupakan proses penyampaian informasi yang diterima oleh alat-alat indera, ke bagian otak. Informasi itu bisa berasal dari lingkungan, organisme lainnya, atau dari diri sendiri. Ditinjau dari sudut pandang ilmu Biologi, proses penyampaian informasi itu sendiri merupakan suatu proses yang teramat rumit dan kompleks. Hasil dari sinergi otak dengan berbagai alat indera dan organ-organ tubuh, serta melibatkan jutaan sel syaraf di otak dan seluruh bagian tubuh.
2. Rumusan Masalah
Agar dalam pembuatan makalah ini tidak terlalu kompleks maka dirumuskan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi kelompok dan komunikasi massa?
2. Apa ciri-ciri dan konsep komunukasi kelompok dan komunikasi massa?
3. Apa fungsi komunikasi kelompok dan komunikasi massa?
3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-dasar Komunikasi
b. Untuk memperluas ilmu pengetahuan komunikasi kelompok dan komunikasi
massa
c. Mengetahui Pengertian,ciri-ciri,konsep, dan fungsi komunikasi kelompok dan
komunikasi massa
4. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu:
a. Makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas dari mata kuliah Komunikasi
b. Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan,khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua yang membacanya.
c. Makalah ini diharapkan dapat membantu kita dan menjadikan semakin baiknya komunikasi.
d. Agar dapat membantu kita mengetahui tentang Komunikasi Massa.
BAB II
PEMBAHASAN
I.1.KOMUNIKASI
A. Pengertian Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Dapat dikatakan bahwa kelompok merupakan sekumpulan orang-orang yang terdiri atas tiga orang atau lebih yang memiliki keterkaitan psikologis terhadap sesuatu hal yang saling berinteraksi satu sama lain. Suatu kelompok memiliki suatu tujuan dan organisasi serta cenderung melibatkan interaksi antara anggota-anggotanya.
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konfrensi dan sebagainya (Anwar Arifin,1984).
Menurut Michael Burgoon (1978:224) Komunikasi kelompok adalah interaksi antara tiga orang lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggotanya yang lain secara tepat.
B. Ciri-Ciri/Klasifikasi Komunikasi Kelompok
Klasifikasi kelompok menurut perspektif psikologi, dan juga sosiologi
1. Kelompok Primer dan kelompok Sekunder
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya :
a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas.
Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana pribadi saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
b. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi,sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya.
c. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.
d. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.
e Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.
2. In-group dan Out-group
In-group adalah kelompok kita, dan Out-group adalah kelompok mereka. In group berupa kelompok primer maupun sekunder. Untuk membedakan in group dan out-group, kita membuat batas , yang menentukan siapa masuk orang dalam dan siapa masuk orang luar.
3. Kelompok Anggota dan kelompok rujukan
Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Kelompok rujukan dapat diartikan sebagai kelompok yang digunakan sebagai alat ukur atau standar untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.
4. Kelompok Deskriptif dan kelompok Preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan preskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Kategori preskriptif mengklasifikasikan kelompok menurut langkah-langkah rasional yang harus dilewati oleh anggota kelompok untuk mencapai tujuannya. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga:
· kelompok tugas.
· kelompok pertemuan.
· kelompok penyadar.
Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.
C. Pengaruh Kelompok pada Prilaku Komunikasi
1. Konformitas (Conformity)
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang real atau yang dibayangkan (Kiesler & Kiesler, 1969).
Faktor -faktor yang mempengaruhi konfirmitas. Faktor-faktor situasional yang menentukan konformitas adalah kejelasan situasi, konteks situasi, cara menyampaikan penilaian, karakteristik sumber pengaruh, ukuran kelompok, dan tingkat kesepakatan kelompok. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau Anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, aturlah rekan-rekan Anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan Anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.
2. Fasilitasi sosial
Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertinggi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang benar; karena itu, peneliti-peneliti melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.
3. Polarisasi.
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok
Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok dapat
dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:
1. Faktor situasional karakteristik kelompok:
a. Ukuran kelompok.
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misalnya: satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti menghasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.
Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.
b. Jaringan komunikasi.
Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.
c. Kohesi kelompok.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.
d. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White dan Lippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.
2. Faktor personal karakteristik kelompok:
a. Kebutuhan interpersonal
William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut:
1) Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).
2) Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).
3) Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.
b. Tindak komunikasi
Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha menyampaiakan atau menerima informasi (secara verbal maupun nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan sistem kategori untuk menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai Interaction Process Analysis (IPA).
c. Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok). Beal, Bohlen, dan Raudabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171) meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut:
1) Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok.
2) Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok.
3) Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompok untuk memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengan tugas kelompok.
II.2. Komunikasi Massa
A. Pengertian Komunikasi Massa
Defenisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner yakni “komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang besar”. Sedangkan defenisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli komunikasi yakni Gerbner “kommunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontiniu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.
Komunikasi massa menurut Tan dan Wright dalam Liliweri (1991) merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh berpencar, sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. Yang lebih spesifik menekankan penggunaan media massa adalah dikemukakan oleh Bittner bahwa komuniakasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang.
Komunikator dalam komunikasi massa adalah
1) Pihak yang mengandalkan media massa dengan teknologi telematika modern sehingga dalam menyebarkan suatu informasi maka informasi ini dengan cepat ditangkap oleh publik.
2) Komunikator dalam penyebaran informasi mencoba berbagi informasi, pemahaman, wawasan, dan solusi-solusi dengan jutaan massa yang tersebar di mana tanpa diketahui dengan jelas keberadaan mereka.
3) Komunikator juga brperan sebagai sumber pemberitaan yang mewakili intitusi formal yang sifatnya mencari keuntungan dari penyebaran informasi itu.
B. Unsur-unsur Komunikasi Massa
1) Terdiri dari masyarakat dalam jumlah yang besar.
2) Jumlah massa yang besar menyebabkan massa tidak massa tidak bisa dibedakan
satu dengan lainnya.
3) Sebagian besar anggota massa memiliki negatif image terhadap pemberitaan
media massa.
4) Karena jumlah yang besar, maka massa juga sukar diorganisir.
5) Kemudian massa merupakan refleksi dari kehidupan sosial secara luas.
C. Karakteristik Komunikasi Massa
Adapun karakteristik yang dimiliki oleh komunikasi massa antara lain adalah :
1. Komunikator Terlembagakan.
Sesuai dengan pendapat Wright, bahwa komunikasi massa itu melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi kompleks, maka proses pemberian pesan yang diberikan oleh komunikator harus bersifat sistematis dan terperinci.
2. Pesan Bersifat Umum.
Pesan dapat berupa fakta, peristiwa ataupun opini. Namun tidak semua fakta atau peristiwa yang terjadi di sekeliling kita dapat dimuat dalam media massa. Pesan komunikasi massa yang dikemas dalam bentuk apapun harus memenuhi kriteria pengting atau menarik.
3. Komunikannya yang Anonim dan Heterogen.
Komunikan yang dimiliki komunikasi massa adalah anonim ( tidak dikenal ) dan heterogen ( terdiri dari berbagai unsur )
4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan.
Keserempakan media massa itu adalah keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah.
5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan.
Dalam komunikasi massa, pesan harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu dan disesuaikan karakteristik media massa yang digunakan.Di dalam komunikasi antarpersonal, yang menentukan efektivitas komunikasi bukanlah struktur, tetapi aspek hubungan manusia, bukan pada “ apanya “ tetapi “ bagaimana “. Sedangkan pada komuniaksi massa menekankan pada “ apanya “(Ardianto, 2004:7-8)
6. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah.
Komunikator dan komunikan tidak dapat terlibat secara langsung, karena proses pada komunikasi massa yang menggunakan media massa.
7. Stimulasi Alat Indra “ Terbatas “.
Stimulasi alat indra tergantung pada media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat, pada media radio khalayak hanya mendengarkan, sedangkan pada media televisi dan film kita menggunakan indra pengelihatan dan pendengaran.
8. Umpan Balik Tertunda ( Delayed ).
Hal ini dikarenakan oleh jarak komunikator dengan komunikan yang berjauhan dan katakter komunikan yang anonim dan heterogen (Ardianto, 2004:7-8).
D. Efek Komunikasi Massa
1. Efek Kehadiran Media Massa
Menurut McLuhan, bentuk media saja sudah mempengaruhi kita. “the medium is the message,” ujar McLuhan. Medium saja sudah menjadi pesan. Ia bahkan menolak pengaruh isi pesan sama sekali (lihat: McLuhan, 1964). Yang mempengaruhi kita bukan apa yang disampaikan media, tetapi jenis media komunikasi yang kita pergunakan - interpersonal, media cetak, aau televisi.
Teori McLuhan, disebut teori perpanjangan alat indra, menyatakan bahwa media adalah perluasan dari alat indra manusia; telepon adalah perpanjangan telinga dan televisi adalah perpanjangan mata.
Walaupun kita kurang setuju sepenuhnya dengan McLuhan - misalnya bahwa isi pesan tidak mempengaruhi khalayak - kita sepakat dengannya tentang adanya efek media massa dari kehadirannya sebagai benda fisik. Steven H. Chaffe menyebut lima hal: (1) efek ekonomis, (2) efek sosial, (3) efek pada penjadwalan kegiatan, (4) efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, dan (5) efek pada perasaan orang terhadap media.
Efek alihan tentu bukan hanya terjadi pada televisi saja. Kehadiran surat kabar, radio transistor, video recorder, CB, radio paging device, terminal komputer yang dihubungkan dengan pusat informasi, dan media komunikasi massa kontemporer lainnya dapat mereorganisasikan kegiatan khalayak.
Steven H. Chaffe menyebut dua efek lagi akibat kehadiran media massa sebagai obyek fisik : hilangnya perasaan tidak enak dan tumbuhnya perasaan tertentu terhadap media massa. Kehadiran media massa bukan saja menghilangkan perasaan, ia pun menumbuhkan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positif atau negatif pada media tertentu.
2. Efek Kognitif Komunikasi Massa
Citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus selalu sesuai dengan realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi kita
Kita agak banyak mengulas tentang citra, sebelum membicarakan efek kognitif komunikasi massa. “Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu” , ujar Roberts (1977), “tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan; dan citra inilah yang mempengaruhi cara kita berperilaku.” Demikian pula komunikasi massa. Kita akan mulai menelaah efek kognitif komunikasi pada pembentukan dan perubahan citra.
Pembentukan dan Perubahan Citra
Seperti telah dijelaskan di muka, citra terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima. Media massa bekerja untuk menyampaikan informasi.
Dunia ini terlalu luas untuk kita masuki semuanya. Media massa datang menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial dan politik; televisi menjadi jendela kecil indra kita - Libanon, El Salvador, Inggris, Iran, dan sebagainya; surat kabar menjadi teropong kecil untuk melihat gejala-gejala yang terjadi waktu ini di seluruh penjuru bumi; buku kadang-kadang bisa menjadi kapsul waktu yang membawa kita ke masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang; film menyajikan pengalaman imajiner yang melintas ruang dan waktu.
Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, sudah tentu media massa mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang timpang, bias, dan tidak cermat. Terjadilah apa yang disebut stereotip. Stereotip adalah gembaran umum tentang individu, kelompok, profesi, atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise, dan seringkaling timpang dan tidak benar.
Disinilah bahaya media massa terasa. Para ktitikus sosial memandang komunikasi massa sebagai ancaman terhadap nilai dan rasionalitas manusia.
Pengaruh media massa terasa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa. Pada saat yang sama, mereka sukar mengecek kebenaran yang disajikan media.
Media massa mengurangi ketidakpastian kita. Sekarang - karena penjelasan dalam media massa - kita bahkan dapat menentukan mana isyu yang penting dan mana yang tidak. Kemampuan media massa untuk mempengaruhi apa yang dianggap penting oleh masyarakat disebut agenda setting.
Agenda Setting
Teori agenda setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarnya. Secara selektif seperti menyunting, redaksi, bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas diberitakan dan mana yang harus disembunyikan.
Karena pembaca, pemirsa, dan pendengar memperoleh kebanyakan informasi melalui media massa, maka agenda media tentu berkaitan dengan adenga masyarakat (public agenda). Angenda masyarakat diketahui dengan menanyakan kepada anggota-anggota masyarakat apa yang mereaka pikirkan, apa yang mereka bicarakan dengan orang lain, atau apa yang mereka anggap sebagai masalah yang tengah menarikperhatian masyarakat (community salience)
Efek Prososial Kognitif
Di sini kiata membicarakan bagaimana media massa memberikan manfaat yang dihendaki oleh masyarakat. Inilah yang kita sebut efek prososial. Bila televisi menyebabkan Anda lebih mengerti tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif.
3. Efek Afektif Komnukasi Massa
Pembentukan dan Perubahan Sikap
Pada tahun 1960, Joseph Klapper melaporkan hasil penelitian yang komprehensif tentang efek media massa. Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap, pengaruh media massa dapat disimpulkan pada lima prinsip umum:
1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok (atau hal-hal yang dalam buku ini disebut faktor personal).
2. Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada , walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of change).
3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahankecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.
4. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan sikap pada bidang-bidang di mana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.
5. Komunikasi massa cukup afektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru tidak ada predisposisi yang harus diperteguh.
Rangsangan Emosional
Anda mungkin mengalami atau melihat orang lain pernah mengalami perasaan sedih dan menangis terisak-isak ketika menyaksikan adegan yang mengharukan dalam sandiwara televisi atau film. Karena itu, peneliti komunikasi terusik untuk bertanya : Apakah media massa memang menimbulkan rangsangan emosional?
Menjawab pertanyaan itu dengan penelitian empiris tidaklah mudah penelitian mengalami kesukaran untuk mengukur emosi sedih, gembira, atau takut sebagai akibat pesan media massa. Kita tidak dapat mengukur efek emosional sebuah film tragedi dengan menampung air mata penonton yang tumpah ; tidak juga mampu mengukur kegembiraan dengan mengukur kerasnya suara tertawa ketika bereaksi pada suatu adegan yang lucu. Tetapi para peneliti telah berhasil menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas rangsangan emosional pesan media massa faktor-faktor itu, antara lain, suasana emosional (mood), skema kognitif, suasana terpaan , predisposisi induvidual, dan tingkat indentifikasi khalayak dengan tokoh dalam media massa.
Suasana emosional yang mendahului terpaan stimuli mewarnai respons kita pada stimuli itu. Faktor dua, yang mempengaruhi intensitas emosional ialah skema kognitif. Ini adalah semacam “naskah” pada pikiran kita yang menjelaskan “alur” peristiwa. Tetapi skema kognitif tidak selalu berdasarkan pengalaman skema kognitif dapat juga terbentuk karena induksi verbal - atau petunjuk pendahuluan yang menggerakkan kerangka interpretif.
Masih erat kaitannya dengan skema kognitif adalah anggapan apakah adegan atau cerita yang disaksikan khalayak media massa itu realistis atau sekadar khayalan belaka.
Faktor ketiga yang mempengaruhi efek emosional media massa ialah suasana terpaan (setting of exposure). Anda akan ketakutan menonton film horror bila Anda menontonnya sendirian di sebuah rumah tua, ketika hujan lebat, dan tiang-tiang rumah berderik. Ketakutan, juga emosi lainnya memang mudah menular.
4. Efek Behavioral Komunikasi Massa
Efek Prososial Behaviorial
Salah satu perilaku prososial ialah memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain. Keterampilan seperti ini biasanya diperoleh dari saluran-saluran interpersonal: orang tua, atasan, pelatih, atau guru. Pada dunia modern, sebagian dari tugas mendidik telah juga didapatkan media massa. Buku, majalah, dan surat kabar sudah kita ketahui mengajarkan kepada pembacanya berbagai keterampilan.
Belajar dari media massa memang tidak tergantung hanya pada unsur stimuli dalam media massa saja. Satu proses belajar yang rumit berlangsung. Kita memerlukan teori psikologi yang menjelaskan peristiwa belajar semacam ini,.
Teori psikologi yang dapat menjelaskan efek prososial media massa adalah teori belajar sosial dari Bandura. Bandura menjelaskan proses belajar sosial dalam empat tahapan proses: proses perhatian, proses pengingatan (retention), proses reproduksi motorik, dan proses motivasional.
Agresi sebagai Efek Komunikasi Massa
Menurut teori belajar sosial dari Bandura, orang cenderung meniru perilaku yaang diamatinya; stimuli menjadi teladan untuk perilakunya. Orang belajar bahasa Indonesia yang baik setelah mengamatinya dalam televisi. Selanjutnya, kita juga dapat menduga bahwa penyajian cerita atau adegan kekerasan dalam media massa akan menyebabkan orang melakukan kekerasan pula; dengan kata lain, mendorong menjadi agresif.
Secara singkat, hasil penelitian efek adegan kekerasan dalam film atau televisi dapat disimpulkan pada tiga tahap: (1) mula-mula penonton mempelajari metode agresi setelah melihat contoh; (2) selanjutnya, kemampuan penonton untuk ,mengendalikan dirinya berkurang dan (3) akhirnya, mereka tidak lagi tersentuh oleh orang yang menjadi korban agresi. Jadi, film kekerasan mengajarkan agresi, mengurangi kendali moral penontonnya, dan menumpulkan perasaan mereka.
Teori-teori Efek Sosial Komunikasi Massa
Menurut Innis (1951), media mempengaruhi bentuk-bentuk organisasi sosial. Setiap media memiliki kecenderungan memihak ruang atau waktu - communication bias. Perekam pesan pada zaman dahulu - seperti batu, tanah liat, kulit kayu - sukar diangkut ke tempat-tempat jauh, tetapi tahan lama. Ini berarti bias pada waktu. Kertas cetak, sebaliknya, mudah diangkut ke mana pun, tetapi tidak begitu tahan lama. Media cetak bias pada ruang. Bila komunikasi yang dilakukan bias pada ruang - artinya, pesan dapat disampaikan ke tempat-tempat yang jauh - orang cenderungbergerak ke tempat-tempat yang jauh, sehingga terjadi ekspansi teritorial, mobilisasi penduduk horizontal, dan kekaisaran.
E. Tujuan Teori Komunikasi Massa
Tujuan-tujuan teori komunikasi adalah sebagai berikut:
1. untuk menjelaskan pengaruh-pengaruh komunikasi massa. Pengaruh ini mungkin yang kita harapkan seperti pemberitaan kepada masyarakat selama pemilihan, atau yang tidak diharapkan, seperti menyebabkan peningkatkan kekerasan dalam masyarakat.
2. Untuk menjelaskan manfaat komunikasi massa yang digunakan masyarakat. Dalam beberapa hal, melihat manfaat komunikasi massa oleh masyarakat menjadi lebih bermakna daripada melihat pengaruhnya.
3. Untuk menjelaskan pembelajaran dari media massa.
4. Untuk menjelaskan peran media massa dalam pembentukan pandangan-pandangan dan nilai-nilai masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan melalui media massa.
Pengertian media massa disini secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu: media massa cetak dan media massa elektonika. Media massa cetak antara lain meliputi surat kabar, majalah, dan bulletin. Sedangkan,media massa elektronika mencakup media audio (suara) seperti radio, dan media audio visual (suara dan gambar) yaitu televisi dan film. Menurut Bittner, komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa, jadi sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak.
0 komentar:
Posting Komentar